Jumat, 11 Februari 2011

Gerbang Sudut Pandangku terhadap Sastra

malam ini saya coba posting puisi ibu saya, yang telah membuka sudut pandang saya terhadap sastra..
tapi setelah saya koreksi, ternyata sudah pernah saya posting dibulan maret 2009..
ini dia puisinya :


#biarkan#

biarkan kerikil itu
diam di dadaku

biarkan kerikil itu menjamur, busuk, dan berdebu
seirama dengan lapuknya sang waktu

biarkan dengan kerikil itu
aku hapus
sebuah nama yg telah
lekat. . .
pekat. . .
dihatiku. . .

"namamu"



itulah puisi yang membuat saya merubah sudut pandang saya terhadap sastra.
sekilas, tidak ada yang "wah" dari puisi ini, karena diksi yang digunakan terlalu sederhana menurut saya..
tapi, setelah di perhatikan..
bait 1-3 berisi kebencian, kekecewaan, gondok (apapun namanya) yang sangat dalam terhadap seseorang. sehingga penulis berkeinginan untuk melupakan semua tentang orang tsb.
tapi apa yang terjadi di bait ke-4?
satu kata yang membuat puisi ini mempunyai nyawa, bisa di bilang ada rasa manis, asam, asin, gurih, sehingga tidak hambar. berharap di bait ke-4 ini akan keluar sebuah nama, atau pun identitas orang yang di benci. tapi ternyata hanya tertulis "namamu". kata tsb seperti menggambarkan penulis belum mampu untuk membenci, belum mampu untuk melupakan hal-hal yang berhubungan dengan orang tsb. bahkan mungkin seperti tak tega untuk mengungkapkan siapa sebenarnya..

bagaimana menurut anda?
mungkin hanya ini yang sanggup saya uraikan. jujur, saya belum puas menguraikn puisi itu..
tapi saya kurang mampu untuk mengejawantahkan dan menuliskannya..
salam..


Tidak ada komentar: