Jumat, 26 Juni 2009

pesona muslimah sebagai seorang ibu

Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya kepada ibunya. “Ibu, mengapa Ibu menangis?”. Ibunya menjawab, “Sebab, Ibu adalah seorang wanita, Nak”. “Aku tak mengerti” kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya erat. “Nak, kamu memang tak akan pernah mengerti….” Kemudian, anak itu bertanya pada ayahnya. “Ayah, mengapa Ibu menangis? Sepertinya Ibu menangis tanpa ada sebab yang jelas?” Sang ayah menjawab, “Semua wanita memang menangis tanpa ada alasan”. Hanya itu jawaban yang bisa diberikan ayahnya.

Lama kemudian, si anak tumbuh menjadi remaja dan tetap bertanya-tanya, mengapa wanita menangis. Pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan. “Ya Allah, mengapa wanita mudah sekali menangis?” Dalam mimpinya, Tuhan menjawab, “Saat Kuciptakan wanita, Aku membuatnya menjadi sangat utama. Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya, walaupun juga, bahu itu harus cukup nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur. Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan, dan mengeluarkan bayi dari rahimnya, walau, seringkali pula, ia kerap berulangkali menerima cerca dari anaknya itu. Kuberikan keperkasaan, yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah, saat semua orang sudah putus asa. Pada wanita, Kuberikan kesabaran, untuk merawat keluarganya, walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah. Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang, untuk mencintai semua anaknya, dalam kondisi apapun, dan dalam situasi apapun. Walau, tak jarang anak-anaknya itu melukai perasaannya, melukai hatinya. Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang terkantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.

Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa-masa sulit, dan menjadi pelindung baginya. Sebab, bukankah tulang rusuklah yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak? Kuberikan kepadanya kebijaksanaan, dan kemampuan untuk memberikan pengertian dan menyadarkan, bahwa suami yang baik adalah yang tak pernah melukai istrinya. Walau, seringkali pula, kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada suami, agar tetap berdiri, sejajar, saling melengkapi, dan saling menyayangi. Dan, akhirnya, Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkan perasaannya. Inilah yang khusus Kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan kapanpun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya, air mata ini adalah air mata kehidupan”. Maka, dekatkanlah diri kita pada sang Ibu jika beliau masih hidup, karena di kakinyalah kita menemukan surga.

Itulah pesona pribadi yang lahir dari seorang Ibu/wanita yang tulus, tak pernah lekang oleh waktu, tak pernah lekang oleh usia, sekalipun usia makin lapuk, jika pesona kepribadian itu sudah melekat dalam dirinya, pesona bathiniyah itu akan terus memancar lewat seraut wajah yang tampak, lewat tindakan, ucapan, tindakan juga perbuatan seorang muslimah.

wallahu’alam

sendal jepit munafik..!!

berucap janji setia lewat lisan tanpa kata
ingin melangkah bersama menyibak hari sarat makna

namun belum jua lama, kau hilang entah ke mana

lelaki tak tahu diri itu telah menjadi kekasih barumu
lalu pergi meninggalkan aku sendiri,
melangkah jinjit menuju rumah dari masjid

catatan yang tak tercatat

Aku adalah sebuah catatan yg tak tercatat dalam buku harian seseorang.
Pada detak jantung mengambang,
dari kediaman punggung bulan
disitu aku memuja ; tujuh warna sunyi, dan satu bidadari.

Aku tak pernah menghitung, bahkan tak ingat.
Seberapa lama aku memuja,
hingga setelahnya keluar, aku menjadi seorang perindu.
Menagih setiap kiasan dr setiap apa yang dijanjikan, karena syarat telah ku tunaikan
dlm bntuk pemujaan selama entah.

Waktu terus berlari.
Dan dunia tetap berjalan seperti biasa. Pun hingga hari akhir datang, aku hanyalah sebuah catatan yg tak tercatat di buku harian seseorang.
Jika sebegitunya, adakah yang kanan dan kiriku tak mencatat laku yang kuperbuat sewaktu nafas masih melekat?

jadikan aku seperti dulu

Archimedes & Newton takkan pernah mengerti
Enstein & Edison takkan sanggup merumuskan E=mc2
Ah, tak sebanding dg momentum cintaku pada-Mu dahulu
Pertama kali cahaya-Mu jatuh tepat di sajadah hitamku
Nyata, tegak, diperbesar dan moment cinta itu semakin kuat

Dengan cinta Kau ciptakan semesta
Kuasanya Engkau, hingga semesta bertasbih untuk penciptanya
ah, bilangan cintaku mengalahkan tetapan Avogadro


Tapi itu dulu...
Kini jarak-Mu denganku bagai matahari dg pluto saat aphelium
Karena kefuturanku,
Kini cahaya-Mu semakin memudar
Namun gerlap keabadian smakin menyapa

Ya Allah, kembalikan Aku seperti dulu
Selalu kurindu hidayah dari-Mu
Jadikan Aku seperti dulu....

aku belum siap tamat

Ah . . . Fana ini
geletaran beda rapat
dan waktu, serta tempat
ingin kubungkus saja dengan semat dan niat

duhai,

tapi aku belum siap tamat.

maafkan aku, ibu...

dalam jejak terpeta
menitipkan senafas dalam hampar tak luas

aku padamu ibu
menata sekeping cita
menuang seteguk harap,
dalam dahaga pinta.
mungkin,ludahmu mengering
telah banyak kau telan menjelma peluh,
terbuang
seikat doa dipelipismu terlukis
nama anakmu setiang langit,
harapmu

setitik antara rimbunan huruf
kadang tak tersusun, menjelma kabut
ibu...
mungkin aku tak setegar angin
bahkan pada sebisik pilu
mampu sungkurkan aku pada tangis berkepanjang

aku padamu ibu
anakmu yang mulai meragu
kepada esok, antara ingin matiku
maafkan aku, ibu...