Kamis, 07 November 2013

Politik kopok

menyoroti kondisi politik negara...
yang membuatku muak adalah transparansi kegiatan politik yang mudah sekali memicu kritikan.
Fenomena-fenomena yang terjadi terlalu jelas menggambarkan black campaign besar-besaran yang dilakukan para teknokrat bejad.
Kasus korupsi menjadi sarapan pokok media masa, pemilik media masa melihat itu sebagai celah menjatuhkan lawan politik.
Saling serang terjadi, wasit pun ikut berpolitik.
Muncul orang-orang mengatasnamakan pahlawan lembaga, ternyata juga ujung-ujungnya kekuasaan. Pemuda-pemuda dikaderkan dengan cara yang salah, jadinya pun ya ikut arus suram di medan politik.

karena muak dengan politik, kita alihkan bahasan ke kopi saja. (lhooo... piye ki nda??)
karena menurut saya kopilah yang punya skill politik murni.
maksudnya politik asik itu seperti cara kopi menguasai para penikmatnya, termasuk aku.

Dia ditakdirkan semenjak bibit untuk menjadi bubuk yang kelihatan hitam legam, butuken, tur yo rodok mbusik...
sejatinya nggak terlihat dari penampilannya yang sederhana bahkan nampak kumuh.
Pahitnya justru amat sangat diterima tanpa kritik.
Panasnya tak pernah membakar kenikmatannya, tetap saja nikmat.
Dengan kuasanya, gula, susu, maupun teh sangat mendambakannya.
semua pun mendukung, dari camilan sampai rokok.
so... Berpolitik ala Kopi itu SEMPURNA....

Rabu, 06 November 2013

sejenis manusia apakah aku ini?

Dalam kegelapan terbalut sunyi, sebuah kesempatan 
kembali kudapati diri ini sendirian bercengkrama sendu. 
Beberapa wajah itu menyapaku.
Wajah-wajah yang membuatku tak bisa lagi menahan air mata.
Mengiba ampunan dan permohonan kepada Tuhan. 
"ya Allah, wajah itu pernah memintaku menjadi lelaki yang kuat dan tangguh. 
Yang mengajakku menjadi insan seperti yang Kau minta". 

Dan wajah itu, tatapannya menghakimiku dengan putusan-putusan yang membuatku
tak kuasa melanjutkan waktu yang tersisa, bahwa aku telah sesat, bahwa aku terlanjur kafir.
Ya Allah, kemudian wajah yang itu tak lama tadi kulihat dia juga bersimpuh mendoakan seorang aku yang tak pernah membuatnya sedikit saja tersenyum.

Dan wajahku sendiri menuduhku sebagai laki-laki munafik bermacam muka pembohong, sebagai harapan yang amat mengecewakan, sebagai insan yang paling tak pantas diberi kesempatan untuk hidup.

Dan nyatanya aku sekarang masih hidup. 
Aku tak minta dimatikan, aku tak minta kembali dihidupkan dalam kesucian. 
Yang aku minta, disisa waktu yang Kau berikan, jagalah aku, 
sadarkan untuk segera memperbaikinya sebelum tiba waktuku. 
Aku tak ingin membebani, aku pun tak ingin membuat wajah-wajah itu menyesal. 
Aku tak ingin meninggalkan dunia ini dengan keadaan kekecewaan padaku. 
Sungguh, aku tak tahu harus bagaimana memulainya ...

mungkin sebenarnya Engkau telah menjawabnya dengan caramu yang sungguh menakjubkan. 
Tapi kurasa aku masih belum mampu memahaminya. 
YA ALLAH, Ya Tuhanku...
saat ini kupanggil-panggil namamu, tanda aku sangat membutuhkanmu, 
sadarkan aku, sadarkan aku, sadarkan aku. Selamatkan aku dari tipu daya ini. 

HANYA PADAMU, SUNGGUH HANYA PADAMU YA RABB..." 
masih dalam selimut kebingungan, bingung dari sosok diriku ini, yang sangat hina. 
Aku hanya mampu pasrah padaMU YA RABB...

kopi & susu

kopi pun berubah jadi susu, seiring aku melangkah untuk belajar.
bukan tentang pahitnya kopi,
bukan pula manisnya susu...
mereka sama-sama benar pada ruang dan waktunya masing-masing.