Senin, 03 Juni 2013

kenyamanan dalam kesederhanaan

Geliat kehidupan rakyat kecil rupanya tercermin dari WarKop (Warung Kopi). 
Berseliwerannya ide dan gagasan, atau bahkan lalu lalangnya isu, berkembang subur di warung kopi itu.

keberadaannya bisa menjadi sebuah media untuk ngerumpi, arisan, sekadang omong kosong atau sekadar arena pelepas penat. Bagi anak sekolah dan mahasiswa tempat ini pun dijadikan sebagai tempat “Pelarian”. tak terkecuali saya sendiri, ngopi+menghisap beberapa batang tembakau sambil nongkrong gajelas sudah menjadi rutinitas. kalo ga jelas ngapain dilakuin? 
gausah naif bro.. 

hidup itu perlu di nikmatin. manisnya hidup itu, kita yang tentukan..
seloww..
hidup itu kaya kopi tubruk, harus sabar.. kalo buru-buru diminum, pait rasanya.
tunggu ampasnya turun dulu, baru disruputt..

balik lagi ke tulisan awal..
"Ayo kita ngopi-ngopi dulu," ucapan seperti itu sering terdengar sebagai ajakan untuk pertemuan dengan teman di sebuah tempat seperti kafe, tanpa melihat apakah orang yang diajak itu penyuka kopi atau tidak. Dalam konteks ini maka kata "kopi" pun menjadi begitu digdaya.

Susah dirunut sejak kapan kopi bisa dimulai sebagai sebuah merek dagang, misalnya dari bisnis kafe dan resto di kota-kota besar. Karena dewasa ini, apa pun yang berhubungan dengan kafe, selalu ada kata "coffee", bahwa dia seolah menjadi simbol untuk menarik kaum urban, sekadar untuk bergaya.

Indonesia sendiri merupakan salah satu penghasil kopi terbesar dan bahkan merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Dari konsumen elit di negara-negara di Eropa, atau para penikmat kopi yang bergaya hidup moderen di Amerika, kopi Indonesia sudah tidak asing lagi bagi mereka.

Jika Indonesia sebagai penghasil kopi terbesar, mengapa tidak banyak produsen yang memberikan produk yang terbaik untuk masyarakatnya, terlebih yang dihasilkan oleh anak bangsa sendiri? Inilah mementum untuk mengembalikan kedigdayaan kopi tubruk di negerinya sendiri.

Yang disesalkan, banyak kopi tubruk yang beredar di Indonesia tidak terbuat dari biji kopi asli maupun dengan kualitas yang layak. Lebih sayangkan jika masyarakat Indonesia tidak bisa menikmati kopi tubruk Indonesia terbaik dan bermutu di negara sendiri.

yahhh, semua kembali ke kita. 
kita siapa? ya.. pebisnis kopi sama penikmat kopinya juga.
pebisnis kopi mau ngurangin margin labanya, penikmat kopi mau beli dengan harga yang sedikit lebih tinggi dari harga pasaran sekarang. maka kopi akan kembali meraih kedigdayaannya.



betewe, kapan ya saya ngopi ke starbucks *longok dompet**tutup lagi*