Kamis, 21 April 2011

"Minazh-Zhulumaati ilan-Nuur", inti surat-surat kartini


[Surat Kartini kepada Stella, 6 November 1899]
“Mengenai agamaku Islam, Stella, aku harus menceritakan apa? Agama
Islam melarang umatnya mendiskusikannya dengan umat agama lain. Lagi
pula sebenarnya agamaku karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku
dapat mencintai agamaku, kalau aku tidak mengerti, tidak boleh
memahaminya? Al-Quran terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan kedalam
bahasa apa pun. Di sini tidak ada orang yang mengerti bahasa Arab. Di
sini orang diajar membaca Al-Quran tetapi tidak mengerti apa yang
dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi
tidak diajar makna yang dibacanya itu. Sama saja halnya seperti engkau
mengajarkan aku buku bahasa Inggris, aku harus hafal kata demi kata,
tetapi tidak satu patah kata pun yang kau jelaskan kepadaku apa
artinya. Tidak jadi orang sholeh pun tidak apa-apa, asalkan jadi orang
yang baik hati, bukankah begitu Stella?”


[Surat Kartini kepada E.E. Abendanon, 15 Agustus 1902]
“Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu
apa perlunya dan apa manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Al-Quran,
belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang
tidak aku mengerti artinya, dan jangan-jangan guru-guruku pun tidak
mengerti artinya. Katakanlah kepadaku apa artinya, nanti aku akan
mempelajari apa saja. Aku berdosa, kitab yang mulia itu terlalu suci
sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya.


Suatu ketika, takdir membawa Kartini pada suatu
pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat yang juga
adalah pamannya. Pengajian dibawakan oleh seorang ulama bernama Kyai
Haji Mohammad Sholeh bin Umar(atau dikenal Kyai Sholeh Darat) tentang
tafsir Al-Fatihah. Kartini tertarik sekali dengan materi yang
disampaikan (ini dapat dipahami mengingat selama ini Kartini hanya
membaca dan menghafal Quran tanpa tahu maknanya). Setelah pengajian,
Kartini mendesak pamannya untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat.
Berikut ini dialog-nya (ditulis oleh Nyonya Fadhila Sholeh, cucu Kyai
Sholeh Darat).



“Kyai, perkenankanlah saya menanyakan, bagaimana hukumnya apabila seorang yang berilmu, namun menyembunyikan ilmunya?”
Tertegun Kyai Sholeh Darat mendengar pertanyaan Kartini yang diajukan secara diplomatis itu.
“Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?”. Kyai Sholeh Darat balik
bertanya, sambil berpikir kalau saja apa yang dimaksud oleh pertanyaan
Kartini pernah terlintas dalam pikirannya.
“Kyai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan
arti surat pertama, dan induk Al-Quran yang isinya begitu indah
menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada
Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para
ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Quran dalam
bahasa Jawa. Bukankah Al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia
dan sejahtera bagi manusia?”


Setelah pertemuan itu nampaknya Kyai Sholeh Darat
tergugah hatinya. Beliau kemudian mulai menuliskan terjemah Quran ke
dalam bahasa Jawa. Pada pernikahan Kartini , Kyai Sholeh Darat
menghadiahkan kepadanya terjemahan Al-Quran (Faizhur Rohman Fit
Tafsiril Quran), jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, mulai dari
surat Al-Fatihah sampai dengan surat Ibrahim. Mulailah Kartini
mempelajari Islam dalam arti yang sesungguhnya. Tapi sayang, tidak lama
setelah itu Kyai Sholeh Darat meninggal dunia, sehingga Al-Quran
tersebut belum selesai diterjemahkan seluruhnya ke dalam bahasa Jawa.

Kartini menemukan dalam surat Al-Baqarah ayat 257 bahwa ALLAH-lah yang
telah membimbing orang-orang beriman dari gelap kepada cahaya (Minazh-Zhulumaati ilan Nuur). Rupanya, Kartini terkesan dengan kata-kata Minazh-Zhulumaati ilan Nuur yang berarti dari gelap kepada cahaya karena Kartini merasakan sendiri proses perubahan dirinya, dari kegelisahan dan pemikiran tak-berketentuan kepada pemikiran hidayah (how amazing…).
Dalam surat-suratnya kemudian, Kartini banyak sekali mengulang-ulang
kalimat “Dari Gelap Kepada Cahaya” ini.

Perjalanan Kartini adalah perjalanan panjang. Dan dia belum sampai pada tujuannya. Kartini masih dalam proses. Jangan salahkan Kartini kalau dia tidak sepenuhnya dapat lepas dari kungkungan adatnya. Jangan salahkan Kartini kalau dia tidak dapat lepas dari pengaruh pendidikan baratnya. Kartini bukan anak keadaan, terbukti bahwa dia sudah berusaha untuk mendobraknya. Yang kita salahkan adalah mereka yang menyalah artikan kemauan Kartini.
sungguh Sayang.. istilah “Dari Gelap Kepada Cahaya” yang dalam Bahasa Belanda adalah “Door Duisternis Tot Licht” menjadi kehilangan maknanya setelah diterjemahkan oleh Armijn Pane dengan istilah “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
(Mudah-mudahan Allah merahmatinya).

Sumber:

hasdiputra.blogspot.com


tanggal 21 bukan hanya milik kartini, tapi milik bu'e juga

3 hari lalu

bu'e : tgl 22 libur le, g pulang po?
*blm tau bu'.. banyak tanggungan disini.. emg knp?
bu'e : gpp.. yawis, klo g pulang.. yg penting sehat..

pagi ini
#inget, hari kartini = tgl 21 april. ulang taun bu'e = hari kartini
wahhh..

engkau memang selalu begitu; pandai menyimpan rasamu

Ibu...


semoga diberi kesehatan bu'..
tambah rejeki, tambah shodaqohnya, sehat selalu, sabar sama anak2mu yg nakal nih..
sabar ngurus bapak, semoga umurnya tambah berkah..
amiiinnn..

maaf, blm bisa pulang..

Minggu, 17 April 2011

"Mengapa Hanya Kecap Saja yang Berani Selalu Jadi No.1?"

Mungkin saya terlalu dini untuk menyampaikan hal ini, tapi niat saya untuk mengajak diri sendiri. kalau pun anda tertarik, atau bermanfaat buat anda, mungkin poin plus buat saya..
heheh..




emm, dalam keseharian saya dikampus, di warung, di kosan.. mengherankan ketika seseorang yang telah berusaha dengan sangat tekun, sangat gigih, sangat serius untuk mencoba melakukan segalanya yang terbaik yang dia punya ... TETAPI tidak mempersiapkan MENTALnya untuk menghadapi kenyataan kalau PADA SAAT LAMPAU, PADA SAAT INI atapun PADA SAAT NANTI dirinya telah, sedang ataupun akan disebut (selalu disebut) sebagai NOMOR 1!!
tidak terkecuali SAYA sendiri..


Ada beberapa "dalih" yang membuat orang kok enggan bahkan menolak menjadi "No.1″ dan bahkan merasa lebih cocok/lebih pas/lebih nyaman jadi orang "biasa-biasa" saja di seumur hidupnya.


Dalih yang ada, masuk akal. tapi juga sekaligus terdengar tidak masuk akal bagi saya - seperti takut "dicap" sombong, takut dianggap "meremehkan" yang lain, takut "lupa diri" dan berjuta "takut" lagi yang saya temukan di dalam pikiran saya.

ahh.. ya Rabb..

Kalau demikian halnya ...


Mari kita bersama-sama mengambil sebotol kecap dari dapur tempat tinggal kita masing-masing, pandanglah botol kecap itu baik-baik dan renungkan dengan sangat serius:


"Mengapa Hanya Kecap Saja yang Berani Selalu Jadi No.1?"




Letakkan kembali botol kecap itu di tempat semula, dan katakan SEKARANG JUGA:


"SAYA SIAP dan BERANI JADI NO.1!!! "


Semoga bermanfaat. Salam perubahan, salam Sukses

Kamis, 07 April 2011

Tuhan paling tau yang terbaik untuk kita

emm.. lagi pengen cerita nih, langsung aja deh ya, ke ceritany.. heheh..



Ada seorang petani miskin memiliki seekor kuda putih yg sangat cantik dan gagah.

Suatu hari, seorg saudagar kaya ingin membeli kuda itu & menawarkan harga yg sangat tinggi. Sayang si petani miskin itu tidak menjualnya. Teman-temannya menyayangkan &mengejek dia karna tdk menjual kudanya itu.

Keesokan hari nya, kuda itu hilang dr kandangnya. Maka teman-teman nya berkata : sungguh jelek nasibmu, padahal klo kemarin di jual kamu kaya, skrg kudamu sdh hilang. Si petani miskin hanya diam saja.

Beberapa hari kemudian, kuda si petani kembali bersama 5 ekor kuda lainnya. Lalu teman-teman nya berkata : wah beruntung sekali nasibmu, ternyata kudamu membawa keberuntungan. Si petani hanya diam saja.

Beberapa hari kemudian, anak si petani yg sedang melatih kuda-kuda baru mereka terjatuh dan kakinya patah. teman-teman nya berkata : rupanya kuda-kuda itu membawa sial, lihat skrg anakmu kakinya patah. Si petani tetap diam tanpa komentar.

Seminggu kemudian terjadi peperangan di wilayah itu, semua anak muda di desa dipaksa utk berperang, kecuali si anak petani karna tdk bisa berjalan. teman-teman nya mendatangi si petani sambil menangis : beruntung sekali nasibmu karna anakmu tdk ikut berperang, kami hrs kehilangan anak-anak kami.

Si petani kemudian berkomentar : Janganlah terlalu cepat membuat kesimpulan dgn mengatakan nasib baik atau jelek, semuanya adalah suatu rangkaian proses. Syukuri & terima keadaan yg terjadi saat ini, apa yg kelihatan baik hari ini belum tentu baik utk hari esok. Apa yg buruk hari ini belum tentu buruk utk hari esok.

Tetapi yg PASTI : Tuhan paling tahu yg terbaik buat kita.. Bagian kita adalah : "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Tuhan di dalam hidup kita